🧩 Pendekatan Kultural Edukatif Terhadap Agama Dan Perkembangan Sosial Budaya
PengantarFikih dan Ushul Fikih. pengaruh perkembangan agama dan kebudayaan islam terhadap Download Report Transcript pengaruh perkembangan agama
Denganpendekatan ini siswa dibiasakan untuk melihat/menerima gambaran sejarah keadaan atau perkembangan dikembalikan kepada satu faktor saja (Kartodirdjo, 1992: 94). Seluruh lembaga-lembaga sosial, politik, dan kultural ditentukan oleh proses ekonomi pada umumnya dan sistem produksi khususnya. Misalnya, sistem
Gagasandan pelaksanaan pendidikan selalu dinamis sesuai dengan dinamika manusia dan masyarakatnya. Sejak dulu, kini, maupun di masa depan pendidikan itu selalu mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan sosial-budaya dan perkembangan iptek. Pemikiran-pemikiran yang membawa pembaruan pendidikan itu disebut aliran-aliran
KemudianBegitulah realita yang terjadi pada madrasah muncul peneliti-peneliti Barat terhadap budaya diniyah di Kota Serang yang tumbuh dan dan agama di Indonesia, misalnya William Hefner, berkembang pesat berdasarkan kekuatan dan yang meneliti tentang Agama Suku Tengger di kemampuan kepala madrasah diniyah untuk darah Tengger Jawa Timur
Indonesiadihuni oleh ratusan suku dengan budaya yang beragam serta kepercayaan dan agama yang berbeda-beda (L ombard, 2008: 5). Di satu sisi heterogenitas tersebut baik berupa dinamika perkembangan individu maupun proses sosial dalam skala yang lebih luas (H abermas, 1984: 234). Dalam hemat peneliti, sebagaimana penuturan
Hubunganerat itu menunjukkan bahwa Islam merupakan dasar, asas, pengendali, pemberi arah dan sekaligus merupakan sumber nilai-nilai budaya dalam pengembangan dan perkembangan kultural. Agama Islamlah yang menjadi pengawal, pembimbing dan pelestari seluruh rangsangan dan gerak budaya, sehingga ia menjadi kebudayaan yang bercorak dan
2Kriminalitas. Istilah kriminalitas berasal dari bahasa Inggris crime yakni kejahatan. Kejahatan secara formal dapat diartikan sebagai suatu tingkah laku yang melanggar norma-norma sosial dan undang-undang pidana, bertentangan dengan moral kemanusiaan, bersifat merugikan, sehingga ditentang oleh masyarakat.
pelajaranPAI, seperti Fikih, Akidah Akhlak dan Al-Quran Hadits. Kata Kunci: Multikultural, Pengalaman Mengajar, Perbedaan Ibadah, Sosial, Budaya Pendahuluan Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa majemuk, ditandai dengan banyaknya etnis, suku, agama dan yaitu masyarakat yang anggotanya memiiki latar belakang budaya yang beragam.
Setelahdikatakan Anak Usia Dini, berikut di paparkan tentang Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD ). PAUD adalah suatu proses pembinaan tumbuh kembang anak usia lahir hingga enam tahun secara menyuluruh, yang mencakup aspek fisik dan non-fisik, dengan memberikan rangsangan bagi perkembangan jasmani, rohani (moral dan spiritual ), motorik, akal
gkCc. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi pengembangan pendidikan multikultural dalam proses tranformasi lembaga pendidikan Islam. Metode yang digunakan adalah studi literatur melalui pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 landasan pembangunan pendidikan multikultural terdiri atas landasan agama, historis, psikologis, sosiokultural dan geografis; 2 strategi pengembangan pendidikan multikultural pada lembaga pendidikan Islam dapat ditempuh melalui dua pendekatan, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Strategi pengembangan kuantitatif dengan program sosialisasi dan internalisasi melalui kegiatan keilmuan, program inovasi pendidikan multikultural, dan membangun budaya yang mengakomodir semangat dan nilai multikultural di lingkungan lembaga Islam. Sedangkan strategi pengembangan kualitatif adalah program studi intensif Al-Quran dan Sunnah Rosul, program revisi kurikulum, program diklat tenaga pendidik, dan program kearifan lokal. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 128 Corresponding author yeynafista224 EVALUASI Jurnal Manajemen Pendidikan Islam is licensed under The CC BY License PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM TRANSFORMASI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DI DI INDONESIA Yeyen Afista, Rifqi Hawari, Umi Sumbulah Pendidikan Agama Islam, Universitas Hasyim Asyari; Tebuireng Jombang dan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Jawa Timur, Indonesia Abstract This study aims to analyze the development strategy of multicultural education in the process of transformation of Islamic educational institutions. The method used is a literature review through a qualitative approach. The results show that 1 the foundation of the development of multicultural education consists of the foundation of religion, history, psychology, socio-culture and geography; 2 strategies to develop multicultural education in Islamic educational institutions can be implemented through two approaches, namely quantitative and qualitative. Quantitative development strategies with socialization and internalization programs through scientific activities, multicultural education innovation programs, and building a culture that accommodates multicultural spirit and values in Islamic institutions. Meanwhile, qualitative development strategies are Al-Quran and Sunnah Rosul intensive study programs, curriculum revision programs, training programs for educators, and local wisdom programs. Keywords. Multkultural; Islamic Studies; Trasnformation; Islamic Institutions. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi pengembangan pendidikan multikultural dalam proses tranformasi lembaga pendidikan Islam. Metode yang digunakan adalah studi literatur melalui pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 landasan pembangunan pendidikan multikultural terdiri atas landasan agama, EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 129 historis, psikologis, sosiokultural dan geografis; 2 strategi pengembangan pendidikan multikultural pada lembaga pendidikan Islam dapat ditempuh melalui dua pendekatan, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Strategi pengembangan kuantitatif dengan program sosialisasi dan internalisasi melalui kegiatan keilmuan, program inovasi pendidikan multikultural, dan membangun budaya yang mengakomodir semangat dan nilai multikultural di lingkungan lembaga Islam. Sedangkan strategi pengembangan kualitatif adalah program studi intensif Al-Quran dan Sunnah Rosul, program revisi kurikulum, program diklat tenaga pendidik, dan program kearifan lokal. Keywords. Multkultural; Pendidikan Islam; Transformasi; Lembaga pendidikan Islam. A. PENDAHULUAN Sejarah pendidikan Islam di Indonesia sangat khas dibandingkan dengan wilayah dunia Muslim lainnya, terutama sejak kedatangan kekuatan-kekuatan Eropa hingga saat ini. Penyebaran dan dinamika Islam di Tanah Air diiringi dengan bangkit dan berkembangnya pendidikan Islam. Fakta bahwa Islam memberikan penekanan yang kuat pada pendidikan memotivasi para dai, para ulama, dan penguasa Muslim sejak awal sejarah Islam Indonesia untuk bekerja dengan giat mengembangkan pendidikan Islam. Untuk itu, mereka menggunakan masjid besar dan kecil muṣallā atau langgar serta lembaga lokal yang sudah ada seperti surau dan pesantren atau pondok sebagai tempat bagi umat Islam, khususnya anak-anak, untuk belajar dan belajar ilmu dasar tentang Islam Sya’adah et al., 2019. Penjajahan Belanda di Indonesia sejak awal abad XVI tidak berdampak pada penurunan pendidikan Islam. Selama periode ini, lembaga pendidikan Islam tidak hanya bertahan tetapi juga mulai dengan sungguh-sungguh melakukan penyesuaian tertentu dengan mengadopsi aspek-aspek tertentu dari pendidikan Eropa. Hal ini terlihat dari munculnya madrasah yang memperkenalkan sistem dan kurikulum klasikal. Hal ini pada gilirannya mempengaruhi lembaga pendidikan Islam "tradisional" seperti pondok atau pesantren untuk juga memodernisasi diri mereka sendiri Darmawan, 2019. Momentum baru dalam modernisasi pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung setidaknya dalam empat dekade terakhir. Sedikitnya ada dua pendekatan yang ditempuh pertama, dengan mengintegrasikan EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 130 sepenuhnya lembaga pendidikan Islam ke dalam pendidikan nasional yang dijalankan dan dibiayai oleh pemerintah dan, kedua, dengan standarisasi pendidikan Islam sesuai dengan standar nasional sementara kepemilikan dan administrasi tetap di tangan umat Islam. Indonesia merupakan salah satu daerah dengan potensi multikultural terbesar di dunia. Hal ini terlihat dari dinamika kehidupan masyarakat yang beragam, baik dari aspek agama, suku, bahasa dan Budaya Samsuri & Marzuki, 2016. Keberagaman yang ada, sebenarnya bisa menjadi salah satu potensi besar bagi kemajuan bangsa. Namun di sisi lain juga berpotensi menimbulkan berbagai permasalahan jika tidak dikelola dan dikembangkan dengan baik dan langsung. Umat Islam sebagai agama mayoritas, harus berperan aktif dalam mengelola dimensi kebhinekaan bangsa ini. Pendidikan Islam sebagai salah satu instrumen penting peradaban umat, perlu dioptimalkan dengan sebaik-baiknya guna menata dinamika keberagaman agar menjadi potensi kemajuan. Multikultural berarti 'keanekaragaman budaya. Istilah multikultural sendiri terbentuk dari kata 'multi' yang artinya jamak; Banyak atau beragam, dan 'kebudayaan' yang artinya kebudayaan Nadlir, 2016. Budaya atau budaya merupakan ciri-ciri perilaku manusia yang dipelajari, tidak diturunkan secara genetik dan spesifik, sehingga budaya masyarakat tertentu dapat berbeda dengan budaya masyarakat lainnya. Dengan kata lain Budaya merupakan ciri khas bagi setiap individu orang atau suatu kelompok comunitee yang sangat mungkin berbeda satu sama undang-undang pendidikan, paradigma multikultural secara implisit disebutkan dalam No. 20 tahun 2003, pada bab III Pasal 4 yang membahas tentang prinsip-prinsip penyelenggaraan Pendidikan Irawati & Susetyo, 2017. Melalui pasal ini dijelaskan bahwa penyelenggaraan pendidikan harus dilaksanakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya dan kebhinekaan bangsa, dalam sesuai dengan nilai-nilai dasar Negara yaitu dalam konteks pembangunan Pendidikan Islam multikultural, pengakuan atas segala bentuk kebhinekaan. Tentu saja tidak cukup, tetapi bagaimana memperlakukan keberagaman dengan prinsip keadilan. Dimensi 'keberagaman' yang menjadi esensi dari konsep multikultural kemudian berkembang menjadi gerakan yang disebut multikulturalisme Chin, 2019. Memang upaya menampung dan menata dinamika kebhinekaan melalui agenda pendidikan Islam cukup banyak dilakukan. Tidak sedikit gagasan atau gagasan tentang multikultural yang EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 131 diaktualisasikan dalam diskusi dan praktik pendidikan Islam. Namun jika dilihat dari konsep pengembangan dan implementasinya belum berjalan seperti yang diharapkan. Penyelenggaraan pendidikan Islam multikultural khususnya di lembaga pendidikan Islam masih dihadapkan pada berbagai persoalan. Keberagaman suku bangsa di Indonesia turut mempengaruhi keanekaragaman budaya Indonesia. Dengan demikian, dari penelitian yang dilakukan oleh penelitian sebelumnya tentang pendidikan multikultural baik secara teori maupun studi lapangan masih belum mengarah pada pengertian yang lebih serius tentang pentingnya lembaga pendidikan multikultural yang dilakukan pada lembaga pendidikan Islam dan bagaimana strategi yang dilakukan oleh pendidik dalam pengajaran pendidikan multikultural dalam lembaga pendidikan agama Islam. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan studi pustaka literatur study yang menitikberatkan pada isu-isu penting seputar strategi pengembangan lembaga pendidikan Islam dan multikultural di lembaga pendidikan Islam. Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah dari artikel jurnal dan buku yang berkaitan dengan pengembangan lembaga pendidikan Islam dan multikultural di lembaga pendidikan Islam. Analisis data menggunakan dua teknik, yaitu 1 analisis deskriptif, yaitu upaya mengumpulkan dan menyusun data, kemudian menganalisis data; dan 2 analisis isi, yang ditujukan pada proses analisis isi dalam data deskriptif Sujarweni, 2015. Sedangkan teknik analisis datanya menggunakan studi pustaka, menulis dan merangkum semua artikel dan buku yang terkait dengan pengembangan lembaga pendidikan Islam dan multikultural di lembaga pendidikan Islam serta mempelajari buku dan artikel yang berkaitan dengan data sumber lain. C. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari Pesantren ke Madrasah Transformasi Pendidikan Islam Awal abad dua puluh merupakan periode penting yang menyaksikan transformasi signifikan dalam pendidikan Islam di Indonesia, yang dimulai EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 132 dengan pemerintah Belanda membangun sekolah modern, sejalan dengan diperkenalkannya “kebijakan etis” yang menunjukkan kepedulian mereka terhadap kesejahteraan masyarakat. orang asli. Dengan kebijakan baru ini, pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan sistem sekolah baru, terutama volkschoolen sekolah rakyat, yang dimaksudkan untuk memberikan pendidikan dasar kepada anak-anak pribumi Indonesia. Volkschoolen awalnya didirikan pada tahun 1860-an di beberapa kota di Indonesia, khususnya Batavia sekarang Jakarta dan Semarang, Jawa Tengah. Setelah gagal mendapatkan respon positif di Batavia dan Semarang, mereka mendapat banyak antusiasme di Sumatera Barat. Alhasil, sekolah-sekolah ini pada akhirnya mampu melahirkan elite terpelajar Indonesia baru, khususnya yang berasal dari Sumatera Barat. Mereka membentuk segmen yang sangat penting dari masyarakat Indonesia dan sebagai akibatnya menentukan sebagian besar perjalanan sejarah Indonesia pada periode-periode berikutnya Muzakir, 2017. Pada saat yang sama, jaringan antara Muslim Indonesia terpelajar dengan reformisme Islam atau modernisme di Kairo, Mesir, juga mulai menemukan lahan subur di Nusantara. Kairo semakin menjadi tujuan ilmiah baru bagi pelajar Indonesia dalam mencari ilmu. Berbeda dengan Mekkah sebagai pusat tradisi terpenting keilmuan Islam Indonesia, Kairo membekali mahasiswa dari berbagai belahan dunia Muslim juga dengan ide-ide reformisme atau modernisme Islam, di samping pengalaman hidup di lingkungan perkotaan yang “modern”. Sekolah Islam dan percetakan semakin menjadi fenomena umum. Tak kalah pentingnya, Kairo juga menjadi pusat aktivisme politik di kalangan pelajar Indonesia yang datang ke kota ini dalam jumlah yang terus meningkat Ibrahim, 2019. Alhasil, jaringan Kairo mempercepat transformasi pendidikan Islam Indonesia, yang ditunjukkan dengan didirikannya berbagai lembaga pendidikan Islam baru oleh alumni Kairo dan rekan-rekan modernis lokalnya yang mengadopsi sistem modern sekolah Belanda, sebuah alternatif dari sistem tradisional pesantren. Bangkitnya lembaga pendidikan Islam modern, madrasah, oleh karenanya menjadi bagian penting dari gerakan Islam di awal abad dua puluh. Oleh karena itu, madrasah tidak hanya memperkenalkan metode dan sistem pengajaran baru seperti mengadopsi sistem kelas, menggunakan buku teks dan ilmu pengajaran baru selain ilmu agama Islam; Ia juga mulai EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 133 berfungsi sebagai forum untuk menyebarkan ide-ide tentang reformasi Islam. Madrasah juga segera menjadi lokus bagi penciptaan Muslim modern dan progresif. Perkembangan ini mulai muncul sebagai wacana dominan di Indonesia bersamaan dengan bangkitnya nasionalisme Indonesia. Dari sudut pandang inilah orang dapat mengatakan bahwa madrasah memiliki dimensi budaya dan politik sosial keagamaan yang kuat dalam kebangkitan dan perkembangan nasionalisme Indonesia. Pengenalan madrasah memiliki efek modernisasi tidak hanya pada institusi pendidikan Islam lainnya tetapi juga pada dinamika masyarakat Muslim Indonesia. Dalam perspektif komparatif, di pesantren, santri belajar agama dari kyai dan menggunakan kitab kuning sebagai satu-satunya sumber ilmu Muzakkir, 2017. Madrasah selain menggunakan buku-buku baru, menyisipkan metode baru untuk lebih memahami Islam dalam perspektif modern. Selain itu, jika pesantren diharapkan menghasilkan 'ulamā', maka madrasah diharapkan melahirkan umat Islam yang terpelajar Muslim terpelajar atau, pada akhirnya, melahirkan intelegensia bahkan ulamā 'intelektual. Sejalan dengan perkembangan tersebut, Abdullah Ahmad 1878–1933, salah satu tokoh Islam modernis terkemuka, mendirikan sekolah di Padang pada tahun 1909. Pendirian sekolah ini merupakan bagian dari upaya untuk melahirkan umat Islam yang berwawasan modern, sesuai dengan gagasan transformasi modern umat Islam di Sumatera Barat saat itu. Visinya adalah sekolah harus menjadi wadah untuk menyebarkan ide-ide baru tentang Islam modernis. Perlu dicatat bahwa sekolah ini didasarkan pada model Belanda; jadi sebenarnya bukan madrasah yang didasarkan pada pemikiran Islam tentang pendidikan, atau lembaga pendidikan berbasis pesantren Husmiaty Hasyim, 2015. Selain itu, Abdullah Ahmad menerbitkan jurnal pertama tentang reformasi Islam di Indonesia yang juga berperan penting dalam penyebaran modernisme Islam. Beberapa sekolah serupa kemudian didirikan. Munculnya semua institusi pendidikan ini menunjukkan fakta bahwa modernis Minangkabau cenderung mengambil sekolah model Belanda daripada sekolah berbasis Islam. Berbasis model Belanda, sekolah mereka memiliki ciri khas Islam dengan menambahkan sejumlah mata pelajaran agama Islam dalam kurikulum mereka. Transformasi pendidikan Islam berlanjut secara intensif dengan didirikannya lebih banyak sekolah semacam itu dan transformasi surau, lembaga pendidikan Islam tradisional di Sumatera Barat, menjadi lembaga pendidikan modern. Sering disebut surau dengan sistem kelas, berbagai ormas Islam memutuskan untuk bersatu dan EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 134 membentuk federasi. Setelah itu, perkembangan serupa terjadi di suraus lain di Sumatera Barat Husmiaty Hasyim, 2015. Semua sekolah baru ini merepresentasikan kecenderungan lain di kalangan modernis Sumatera Barat, yaitu mentransformasikan lembaga pendidikan berbasis Islam - yaitu surau tradisional - menjadi lembaga pendidikan modern. Basisnya tetap Islam, tetapi pada saat yang sama mencakup mata pelajaran umum modern. Meskipun disebut "sekolah", sebenarnya mereka adalah "madrasah". Selain Sumatera Thawalib, transformasi pendidikan Islam juga terlihat dari sejumlah madrasah yang didirikan oleh lulusan al-Azhar sepulang dari studi di Mesir. Mahmud Yunus Wardana, 2019 menunjukkan dengan jelas bahwa dengan meningkatnya jumlah lulusan al-Azhar yang kembali ke Indonesia, upaya untuk memasukkan ilmu-ilmu selain ilmu agama Islam ke dalam kurikulum lembaga pendidikan Islam semakin cepat. Beberapa madrasah mulai memasukkan ilmu umum ke dalam kurikulumnya. Selain mengajarkan ilmu-ilmu Islam, madrasah-madrasah ini juga mengajarkan ilmu-ilmu umum yang juga diajarkan di sekolah modern Belanda. Sekolah lain adalah Islam Normal Kulliah Mu'alimin Islamiah yang didirikan oleh Persatuan Guru Agama Islam PGAI pada tahun 1931. Perlu juga dicatat bahwa Perguruan Tinggi Islam didirikan juga oleh Persatuan Muslim Indonesia Persatuan Muslim. Indonesia, PERMI pada tahun yang sama. Selain itu ada juga Training College yang didirikan oleh perguruan tinggi lain. Sedangkan di Jawa, transformasi pendidikan Islam terutama dilakukan oleh Muḥammadīyah; organisasi Islam modernis terbesar di Indonesia didirikan pada tahun 1912 oleh Ahmad Dahlan 1869–1923. Seperti halnya pembangunan di Minangkabau, upaya transformasi pendidikan yang dilakukan oleh Muhammadīyah juga dilandasi oleh gagasan untuk mencapai kemajuan umat Islam Indonesia. Ahmad Dahlan sangat menekankan perlunya mentransformasikan pendidikan Islam Ilham, 2020. Bagi Dahlan, ketertinggalan terutama umat Islam Jawa dibandingkan dengan Kristen terletak pada sistem pendidikan tradisional pesantren, yang menurutnya sudah tidak mampu lagi memberikan solusi bagi perubahan masyarakat. Untuk itu, Dahlan berupaya “membangun lembaga pendidikan dengan menerapkan sistem sekolah modern sekolah, sehingga proses pengajaran dapat terlaksana dengan baik Ilham, 2020. Alih-alih pesantren dan madrasah, Ahmad Dahlan bersama Muīammadīyah membangun sekolah Islam modern. Ia menambahkan unsur-unsur Islam ke dalam sistem EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 135 pendidikan Belanda yang diadopsi, di mana para siswa diberikan pelajaran sekuler dan Islam. Akibatnya, salah satu model sekolah Muhammadīyah adalah “HIS met de Qur’ān,” atau mata pelajaran agama Islam. Dengan ini, Muhammadiyah mengambil peran utama dalam upaya mengintegrasikan Islam ke dalam sistem pendidikan modern sekolah Belanda. Pesantren Muhammad berkembang pesat seiring dengan penyebaran organisasi di seluruh Indonesia. Hingga tahun 1932, organisasi muhammadiyah memiliki sekitar 316 sekolah di pulau jawa dan madura; Dari jumlah tersebut sebanyak 207 sekolah umum yang mengadopsi sistem dan metode pendidikan Barat, 88 sekolah agama dan 21 sekolah lainnya. Jumlah sekolah muhammadiyah terus bertambah seiring dengan penyebarannya ke setiap pelosok tanah air. Ini harus dilihat sebagai kontribusi nyata organisasi terhadap pendidikan Islam Indonesia. Melalui sekolah-sekolahnya, Muīammadīyah mengajarkan pendidikan Islam dan umum, berdasarkan tujuannya untuk menghasilkan umat Islam yang memiliki pengetahuan yang memadai tentang ilmu pengetahuan modern dan juga pengetahuan Islam. Lembaga pendidikan dibawah naungan Muhammadyah mulai dari Taman Kanak-kanak hingga Perguruan Tinggi dikembangkan untuk menghasilkan umat Islam yang terpelajar yang baik sehingga memiliki kemampuan untuk menghadapi dunia modern dengan basis Islam yang kuat. Kuatnya gelombang transformasi pendidikan Islam Indonesia yang diwakili oleh kebangkitan sekolah dan madrasah Islam akhirnya menyentuh pesantren yang sejak lama menjadi sasaran kritik para pemikir dan pemimpin modernis seperti Ahmad Dahlan. Sambil tetap mempertahankan aspek tradisional sistem pendidikan, beberapa pesantren di Jawa mulai memodernisasi aspek-aspek tertentu dari lembaganya seperti manajemen, kurikulum, dan adopsi sistem madrasah. Pengalaman pesantren Tebuireng di Jawa Timur patut disebutkan di sini. Pesantren ini dibangun oleh salah satu ulama terkemuka di Jawa pada abad ke-20, Kyai Hasyim Asy'ari 1871–1947. Ini menjadi model bagi pesantren lain di Jawa. Hampir semua pesantren terkemuka di Jawa dibangun oleh mantan santri Kyai Hasyim Asy'ari, sehingga menerapkan muatan pendidikan dan metode yang serupa dengan yang ada di Tebuireng Subhan, 2016. Dengan berdirinya organisasi tradisionalis Nahdlatul Ulama NU, pada tahun 1926, Kyai Hasyim Asy'ari memperoleh posisi sentral dalam tradisi 'ulamā' dan pesantren di Jawa. EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 136 Tren Baru Lembaga Pendidikan Islam Banyak upaya telah dilakukan baik oleh komunitas Muslim maupun pemerintah Indonesia untuk memodernisasi pesantren dan madrasah dan bahkan semua lembaga pendidikan Islam dari Bustān al-Aṭfāl taman kanak-kanak hingga tingkat universitas. Semua upaya tersebut dilakukan untuk mencapai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk memenuhi kebutuhan praktis masyarakat serta untuk meminimalkan kesenjangan sumber daya dan kualitas antara lembaga pendidikan Islam yang diselenggarakan oleh Kemenag dan sekolah umum yang diselenggarakan oleh Kemendikbud. Keberhasilan masyarakat dan pemerintah dalam mengembangkan dan memodernisasi pesantren dan madrasah telah secara signifikan mengubah citra lembaga pendidikan Islam. Semua proses transformasi ini bertepatan dengan kebangkitan kesadaran beragama baru di kalangan umat Islam Indonesia sejak periode 1990-an, yang dikenal sebagai periode santrinisasi santrinisasi atau menjadi lebih saleh atau Islamisasi, di kalangan generasi baru dan muda. keluarga Muslim di perkotaan. Terbukti banyak dari mereka sekarang adalah kelas menengah. Keluarga-keluarga ini adalah lulusan universitas terkemuka baik di Indonesia maupun di luar negeri, dan mereka sangat tertarik pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi kurang memiliki pendidikan agama; oleh karena itu, mereka mencari cara yang efisien bagi anak-anak mereka untuk lebih memahami dan mempraktikkan ajaran Islam, dan lembaga pendidikan Islam akan memenuhi kebutuhan ini. Beberapa percaya bahwa kesadaran religius perkotaan baru ini dihasilkan dari kemajuan pendidikan, pertumbuhan ekonomi yang stabil, dan kebangkitan global kesadaran Islam karena gerakan internasional dan dampak dari televisi, penyiaran radio serta Internet, dan, yang lebih penting, akses yang mudah ke banyak informasi tentang Islam di media cetak seperti buku, jurnal, dan majalah. Perkembangan ini pada gilirannya menimbulkan munculnya perasaan ghirah sentimen tertentu untuk juga mengembangkan dan memajukan umat Islam secara umum vis-à-vis masyarakat lain di Indonesia. Oleh karena itu, dari sisi pendidikan, dapat dimaklumi jika mereka lebih memperhatikan kualitas output pesantren bagi masa depan pendidikan dan karir anaknya. Mereka bersikeras agar anak-anak mereka mengenyam pendidikan sains dan teknologi di satu sisi, tetapi juga berharap mereka EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 137 terbiasa dengan tradisi dan praktik keagamaan di sisi lain. Terbukti bahwa kelas menengah muslim inilah yang menjadi aktor utama perkembangan trend baru lembaga pendidikan Islam. Mereka memprakarsai dan berinvestasi dalam pengembangan cabang baru sekolah Islam madrasah sebagai genre baru lembaga pendidikan Islam. Dalam banyak hal, sekolah Islam baru ini bersifat “sekuler” atau sekolah umum dalam hal sistem dan kurikulumnya. Beberapa dari sekolah baru ini secara eksplisit diberi nama sekolah Islam, sedangkan yang lain diberi nama sekolah teladan sekolah model atau sekolah unggulan. Namun, sekolah Islam baru membuat beberapa penyesuaian pada kurikulum Kemendikbud. Mereka lebih menekankan pada mata pelajaran tertentu seperti ilmu alam dan sosial dan pada bahasa asing, khususnya bahasa Inggris. Dalam perkembangan yang lebih mutakhir, beberapa sekolah Islam baru mengadopsi sistem pesantren untuk menyelenggarakan pendidikan 24 jam Mukhlis, 2017. Sekolah Islam yang baru ini lebih menekankan pada nilai-nilai keislaman dalam interaksi sehari-hari, daripada menekankan pengetahuan Islam hanya sebagai materi pelajaran yang diajarkan secara teratur di kelas. Dalam pengertian ini, sekolah Islam tidak menganggap ilmu-ilmu Islam sebagai mata pelajaran inti dalam kurikulum seperti di pesantren, madrasah, dan sekolah Islam lama atau hanya sebagai mata pelajaran tambahan seperti yang terlihat di sekolah umum. Yang ditekankan oleh sekolah Islam baru adalah bertujuan untuk membangun karakter Islami siswa berdasarkan etika dan nilai-nilai agama. Dengan kata lain, agama tidak hanya dipandang sebagai bagian dari pengetahuan kognitif sebagaimana yang telah dituangkan dalam kurikulum melainkan untuk dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Oleh karena itu, Islam harus dipraktekkan sebagai nilai dan etika yang menjadi kebiasaan siswa dalam kehidupannya. Oleh karena itu, di sekolah Islam baru; eksposisi rinci ilmu-ilmu Islam yang biasa diajarkan di pesantren dan madrasah hampir tidak tersedia. Perlu juga disebutkan bahwa sekolah Islam dengan genre baru ini dilengkapi dengan fasilitas yang lengkap seperti ruang kelas ber-AC, perpustakaan, laboratorium, dan arena olahraga serta layanan pendidikan dan pengajaran lainnya seperti komputer, Internet, dan, tentu saja, kurikulum ekstra yang terorganisir dengan baik. Sebagai lembaga modern, sekolah Islam baru dijalankan oleh para profesional dalam hal manajemen, proses belajar mengajar, dan pengembangan kurikulum. Guru, manajer, dan staf administrasi direkrut dalam seleksi yang sangat kompetitif, dan EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 138 kebanyakan dari mereka memperoleh gelar yang lebih tinggi dan berkualitas. Demikian pula, persyaratan untuk diterima sebagai siswa di sekolah ini juga sangat kompetitif. Hanya mereka yang mencapai nilai tertentu dalam tes masuk dan lulus wawancara yang dapat diterima. Oleh karena itu, sekolah Islam baru ini sangat mahal baik dari segi biaya masuk maupun biaya bulanan lainnya. Tidak mengherankan, karena sekolah semacam ini didirikan antara lain untuk menarik kaum Muslim kelas menengah di perkotaan dan untuk memenuhi kebutuhan mereka akan pendidikan berkualitas bagi anak-anaknya yang memadukan ilmu sekuler dan nilai-nilai agama. Dengan ciri-ciri seperti ini, tidak mengherankan jika sekolah Islam swasta baru dalam banyak kasus mampu menggantikan kualitas sekolah negeri atau madrasah negeri milik negara yang dikelola oleh Kemendikbud dan Kemenag. Model lain dari genre baru ini yang layak disebut adalah Sekolah Madania di bawah Yayasan Madania. Lembaga ini didirikan pada pertengahan 1990-an. Awalnya, Madania membuka dan mengadopsi model pesantren pesantren untuk jenjang SMA. Namun, model pesantren ini sudah tidak tersedia lagi karena kendala teknis dan biaya yang sangat tinggi. Sekolah ini kini juga terkenal dengan upayanya untuk mempromosikan gagasan pluralisme dan multikulturalisme. Karena itu, Madania menerima mahasiswa non-Muslim. Itu juga mempertahankan ajaran agama mingguan untuk siswa non-Muslim dengan memiliki kelas agama yang mereka anut. Ketentuan ini tentu saja sangat umum untuk sekolah umum sekolah umum di bawah Kemendikbud atau untuk beberapa sekolah swasta yang dikelola oleh yayasan Katolik, tetapi cukup berbeda untuk lembaga pendidikan yang berafiliasi dengan komunitas Muslim. Saat ini, sekolah ini memiliki setidaknya lebih dari 3% siswa non-Muslim. Sejalan dengan gagasan pluralisme dan multikulturalisme, Madania sangat menekankan pada pembentukan karakter individu dan keterampilan hidup dalam menanggapi globalisasi dengan memperkenalkan siswa pada bahasa lain dan orientasi budaya dari peradaban lain seperti yang ada di China dan Jepang. Model unik lainnya adalah SMU Insan Cendekia yang dirintis pada tahun 1996 sebagai Sekolah Menengah Atas Umum SMU oleh beberapa ilmuwan terkemuka. SMU Insan Cendekia bertujuan menghasilkan ilmuwan muslim yang juga berwawasan keislaman. Selain itu, juga menawarkan kesempatan dan beasiswa bagi lulusan untuk melanjutkan studi lanjutan di luar negeri tentang sains dan teknologi di Jerman, khususnya. Sekolah ini juga mengadopsi sistem sekolah berasrama. Beberapa tahun lalu, sekolah ini EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 139 dialihfungsikan menjadi Madrasah Aliyah Negeri MAN dan ditempatkan di bawah Kemenag. Strategi Pengembangan Pendidikan Multikultural di Lembaga Pendidikan Islam Perkembangan pendidikan Islam multikultural di Indonesia tidak dapat dipungkiri menghadapi berbagai tantangan, antara lain 1 Aspek sosial budaya yaitu munculnya pertentangan dalam sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai pendidikan multikultural, terutama dari kelompok masyarakat yang cenderung bersifat tekstualis, baik dari Muslim maupun non-Muslim; 2 aspek politik yaitu tantangan para penentu kebijakan, baik eksekutif maupun legislatif, karena belum memiliki kesamaan visi dalam mengembangkan pendidikan Islam multikultural; 3 Aspek pendidikan yaitu dari lembaga atau praktisi pendidikan yang masih memiliki pandangan berbeda tentang urgensi dan penyelenggaraan pendidikan Islam multikultural; 4 Globalisasi, pengaruh globalisasi yang begitu besar terhadap tatanan masyarakat dunia dan juga pengaruhnya terhadap agama. kehidupan; 5 Radikalisme Islam, yaitu gerakan yang mempertahankan eksistensi dan ortodoksi agama dengan jalan kekerasan, sehingga cenderung tidak menginginkan adanya keberagaman; dan 6 Perbedaan pandangan tentang relasi agama dan kenegaraan yang sulit untuk disatukan sehingga mempengaruhi perkembangan pendidikan multikultural Arifin, 2018. Berkaitan dengan hal tersebut, pengembangan pendidikan Islam multikultural di lembaga pendidikan Islam harus memperhatikan bahwa nilai-nilai multikultural yang sudah melekat sejak bangsa Indonesia ada melalui falsafah bangsa Indonesia Bhinneka Tunggal Ika, seperti Gotong Royong, antara lain mendampingi, dan menghargai antara lain. , merupakan modal penting untuk mengembangkan pendidikan Islam multikultural agar menjadi lebih besar dan lebih baik, khususnya di lembaga pendidikan Islam Arifin, 2018. Sebagai perbandingan, pendidikan multikultural yang berkembang di negara barat seperti Amerika Serikat merupakan proses pendidikan yang menekankan pada strategi pembelajaran dengan menjadikan latar belakang siswa budaya yang beragam sebagai dasar untuk meningkatkan pembelajaran siswa di kelas dan lingkungan sekolah. Hal ini dilakukan dalam rangka mendukung dan memperluas konsep budaya, perbedaan, persamaan, dan demokrasi dalam aspek kehidupan berbangsa dan bernegara Alam & Daflizar, 2018. Penyelenggaraan pendidikan multikultural yang berlangsung EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 140 di Amerika menempatkan keberagaman peserta didik sebagai faktor penting yang dapat mendukung penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan multikultural secara lebih luas. Bagi institusi pendidikan Islam di Indonesia, beberapa kajian yang dirangkum dalam Landasan Pengembangan Pendidikan Islam Multikultural dan potensi tantangan yang akan dihadapi, dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan strategi pengembangan pendidikan Islam multikultural. Strategi pembangunan yang dimaksud tentunya harus menjadikan prinsip-prinsip nilai yang terkandung dalam ajaran Islam sebagai landasan utama dalam proses pembangunan. Secara kuantitatif, strategi Pengembangan Pendidikan Islam multikultural yang dapat ditempuh adalah pertama, program sosialisasi dan internalisasi melalui kegiatan keilmuan, dengan memperluas referensi atau bahan bacaan tentang pengembangan Pendidikan Islam multikultural Wahyuddin & Hanafi, 2017. Referensi atau bahan bacaan tersebut perlu diatur dengan memperhatikan pembaca sasaran. Halidijah 2011 mengatakan bahwa “Meskipun informasi dapat ditemukan dari media lain seperti televisi dan radio, namun peran membaca tidak dapat sepenuhnya tergantikan. Membaca tetap memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari, karena tidak semua informasi didapat dari televisi dan radio media. “Dengan memperluas materi bacaan multikultural yang disesuaikan dengan target audiensnya, maka akan semakin memperluas proses sosialisasi dan internalisasi pendidikan multikultural di semua kalangan. Kedua, program Inovasi Pendidikan multikultural. Program ini dapat dilakukan secara individu atau kelompok atau melibatkan masyarakat luas. Pelaksanaan program Inovasi Pendidikan Multikultural perlu disesuaikan dengan lingkungan dan level kelompok yang dihadapi. Bentuk kegiatan dari program inovasi pendidikan multikultural, di antaranya pendidikan multikultural melalui program bahasa holistik yang dapat diterapkan pada anak-anak di lembaga pendidikan anak usia dini Halidjah & Siti, 2011, Transformasi pembelajaran dengan pendekatan dialog dan pengembangan toleransi di lingkungan sekolah, Kemudian pembelajaran karakter multikultural melalui program P3K psikologis yang ditujukan khusus pada korban bencana alam. Untuk mendorong program inovasi pendidikan multikultural dapat diupayakan melalui kegiatan kompetisi, pelibatan forum atau komunitas yang peduli pada isu multikultural, kegiatan seminar, penyuluhan, dan khususnya dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Ketiga, membangun budaya yang mengakomodir jiwa dan nilai multikultural, baik di EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 141 lingkungan lembaga pendidikan Islam maupun masyarakat. Pengembangan budaya multikultural dalam lingkungan pendidikan dapat diupayakan melalui pembelajaran berbasis multikultural, sehingga sikap dan pola pikir peserta didik akan lebih terbuka untuk memahami dan menghargai keberagaman. Penting untuk menghapus segala bentuk praktik diskriminasi Halidjah & Siti, 2011. Pengembangan budaya multikultural di masyarakat dapat dilakukan dengan memanfaatkan forum atau media pendidikan Islam, seperti ceramah agama, dakwah jumat, syukuran ta'lim, acara-acara publik dan lain sebagainya. Pengembangan kualitatif selanjutnya, strategi yang dapat diupayakan adalah pertama, program asesmen intensif untuk memperkuat membangun budaya epistemologi pendidikan Islam multikultural. Masih banyak teori yang didominasi oleh para pemikir Barat yang bersumber dari filsafat postmodernisme. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian yang didasarkan pada sumber-sumber Islam Alquran dan As-Sunnah itu sendiri. Menurut Suparman Arifin, 2018, pandangan Alquran tentang multikultural pada hakikatnya sudah ada dalam Islam sejak zaman Rasulullah sampai sekarang. Keragaman justru kekayaan intelektual yang akan diteliti, sebagaimana tertuang dalam ayat-ayat Alquran yang menjelaskan hal tersebut. Melalui pendidikan multikultural diharapkan setiap individu atau kelompok dapat menerima dan menghargai setiap perbedaan, hidup berdampingan secara damai dan tentram, sehingga membentuk negara dan bangsa yang damai dan sejahtera. Secara konseptual, pandangan al-Qur'an tentang multikultural terdiri dari lima karakter, yaitu belajar hidup dalam perbedaan, membangun tiga aspek saling saling percaya, memahami, dan menghormati, berpikiran terbuka, menghargai dan saling ketergantungan, serta penyelesaian masalah. konflik dan rekonsiliasi kekerasan. Dengan demikian, konsep pendidikan multikultural pada hakikatnya sangat selaras dengan ajaran Islam, yakni dalam mengatur tatanan manusia di Bumi. Oleh karena itu, pendidikan Islam multikultural telah memberikan sedikit harapan dalam mengatasi berbagai permasalahan masyarakat yang terjadi belakangan ini dan juga sebagai konsep pendidikan yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai, kepercayaan, heterogenitas, pluralitas, keberagaman, sehingga perlu diperdalam dan digali. sumber ajaran Islam yaitu Alquran dan As Sunah. Kedua, program Revisi Kurikulum untuk memperkuat nilai-nilai multikultural dalam program pendidikan, baik di sekolah maupun perguruan tinggi. Kurikulum tingkat sekolah saat ini, belum sepenuhnya mengakomodir EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 142 semangat dan nilai multikultural. Menurut Lundeto 2018, salah satu alasan utama masuknya program pendidikan multikultural di sekolah adalah untuk memperbaiki kekurangan dalam penyusunan kurikulum. Tujuan utama pendidikan multikultural adalah mempelajari latar belakang sejarah, bahasa, karakteristik budaya, sumbangan, peristiwa kritis, individu yang berpengaruh, dan kondisi sosial, politik, dan ekonomi dari berbagai kelompok etnis dan minoritas. Informasi ini harus komprehensif, analitis, dan komparatif, dan harus memasukkan persamaan dan perbedaan antara kelompok yang ada. Landasan psikologis pendidikan multikultural menekankan pada pengembangan pemahaman diri yang lebih besar, konsep diri yang positif, dan kebanggaan pada identitas pribadinya. Penekanan bidang tersebut merupakan bagian dari tujuan pendidikan multikultural yang memberikan kontribusi pada pengembangan pribadi siswa, yang berisi pemahaman yang lebih baik tentang diri yang pada akhirnya memberikan kontribusi pada pencapaian intelektual, akademik, dan sosial siswa secara keseluruhan. Ketiga, program pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan pemahaman pendidik tentang signifikansi dan urgensi multikultural, dan bagaimana pendidik dapat menerapkannya dalam proses pengajaran. Harus diakui bahwa sebagian pendidik sendiri masih berpikiran rendah tentang dinamika keberagaman dan perbedaan, sehingga diperlukan upaya internalisasi di kalangan pendidik. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan pemahaman yang intensif tentang pendidik yaitu melalui pelatihan, bahan bacaan dan ruang kreativitas menulis tentang pendidikan multikultural. Dalam konteks metode pengajaran inklusif pendidikan agama, hubungan antara guru dan peserta didik bersifat dialogis komunikatif. Guru tidak dipandang sebagai satu-satunya sumber belajar, begitu pula sebaliknya. Bagaimanapun, guru dan peserta didik sama-sama sebagai subjek pembelajaran, sehingga suasana pembelajaran di dalam kelas akan dinamis dan hidup. Pengajaran pendidikan agama tidak hanya dipahami sebagai transfer ilmu, tetapi juga sebagai passion dan amalan dalam kehidupan sehari-hari. Ajaran agama pada gilirannya memiliki keterkaitan yang erat dengan hakikat yang sebenarnya, bukan hanya di akhirat okultisme. Keempat, Program Kearifan Lokal, yaitu pengembangan budaya lokal yang sarat dengan nilai moral dan tidak bertentangan dengan prinsip dasar ajaran Islam. Kearifan lokal pada hakikatnya merupakan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat yang diyakini benar dan menjadi acuan dalam bertindak dan berperilaku sehari-hari. Kearifan lokal merupakan kecerdasan EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 143 manusia yang tergolong dalam suku tertentu yang diperoleh melalui pengalaman masyarakat Prasetawati & Asnawi, 2018. Pendidikan multikultural berbasis kearifan lokal, dapat dilakukan dengan program deradikalisasi Islam yang terdiri dari dua tahap, yaitu 1 deradikalisasi dilakukan sedini mungkin dengan melakukan tindakan preventif terhadap paham radikal preventif deraddaic, dan 2 deradikalisasi dilakukan melalui pelestarian pemahaman Islam lil'alamin, sehingga membangun masyarakat Islam yang toleran dan Cinta Damai rahmatan lil'alamin. Pengembangan budaya lokal dalam implementasinya di lingkungan pendidikan, dapat dilakukan dengan memberikan tugas kepada peserta didik untuk mengikuti kegiatan kemasyarakatan atau acara budaya lokal yang ada dimasyarakat. Khusus bagi mahasiswa, program penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang telah terintegrasi dalam kurikulum pendidikan, perlu dibekali dengan konten atau nilai multikultural yang lebih spesifik. Dengan demikian, dari berbagai pandangan tentang pendidikan multikultural selalu berkaitan erat dengan landasan agama, historis, psikologis, sosiokultural dan geografis. Landasan terbentuknya multikultural dengan melihat aspek-aspek tersebut, sehingga multikultural tidak dipahami sebagai konflik. Namun yang membedakan adalah pembedaan suku, tanpa pertentangan seperti yang diajarkan Tuhan, bahwa Tuhan sama sekali tidak melihat perbedaan, tetapi yang membedakannya adalah takwa. Oleh karena itu, dalam rangka memberikan penguatan terhadap pendidikan multikultural di lembaga pendidikan Islam, perlu dilakukan latihan-latihan terkait pendidikan multikultural agar tidak terjadi diskriminasi pada peserta didik. Kajian pendidikan Islam multikultural telah banyak dilakukan dalam berbagai kajian penelitian sebelumnya, seperti yang telah disebutkan pada bagian akhir pendahuluan, namun kajian yang dilakukan oleh penelitian sebelumnya, seperti Amar 2014, memfokuskan pada kajian landasan normatif terkait Al-Qur'an. Ayat ini sebagai inspirasi pendidikan Islam di era multikultural. Arif 2017 mengkaji model pendidikan Islam berbasis multikultural yang beberapa tokoh dipandang sebagai konsep yang paling cocok diterapkan di Indonesia. Sedangkan penelitian Azzuhri 2012 berfokus pada konsep multikulturalisme dan pluralisme dalam pendidikan agama. Zain 2013 juga meneliti pengembangan pendidikan Islam multikultural berbasis manajemen sumber daya manusia. Dari hasil kajian penelitian sebelumnya, masih belum dibahas secara mendesak tentang Landasan Pengembangan EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 144 Pendidikan Islam Multikultural dan Strategi Pengembangan Pendidikan Islam Multikultural pada Lembaga Pendidikan Islam secara lebih spesifik. Dari penelitian sebelumnya, pendidikan multikultural dilakukan di lembaga pendidikan, baik di pendidikan Islam maupun pendidikan formal. Hanya menyentuh pada beberapa aspek, belum pada keseluruhan aspek, baik dari pendidik, pemahaman siswa tentang perbedaan dan lain-lain. Oleh karena itu, sebagai seorang guru tidak hanya dituntut tentang kompetensi sosial, pedagogik, kepribadian, profesional, tetapi juga dituntut tentang kompetensi budaya. Artinya setiap pendidik yang ditugaskan di daerah tertentu dengan agama Islam sebagai prioritas, sehingga guru diharapkan tidak hanya mengajarkan materi pelajaran yang terdapat di dalam buku teks, tetapi juga dapat menggunakan kurikulum tersembunyi dalam setiap penyampaian materi yang dilakukan selama pembelajaran berlangsung. D. KESIMPULAN Logika di balik perkembangan lembaga pendidikan Islam mungkin berbeda satu dengan yang lainnya. Pesantren, madrasah, sekolah Islam lama, dan sekolah Islam baru dalam beberapa hal berbeda cara mereka berkembang. Namun kesemuanya itu telah sampai pada satu tujuan, yaitu mengembangkan lembaga pendidikan Islam yang berkualitas bagi umat Islam Indonesia. Pada titik ini, semua lembaga pendidikan Islam sepakat bahwa sistem pendidikan Islam yang dapat menanamkan nilai-nilai agama dan moral dalam kurikulum modern sangat penting dan prospektif. Dengan itu lembaga pendidikan Islam mungkin akan dapat mempertahankan peran instrumentalnya dalam kelanjutan modernisasi umat Islam secara keseluruhan. Landasan Pengembangan Pendidikan Islam Multikultural di Lembaga Pendidikan Islam mengacu pada beberapa landasan fundamental yaitu landasan agama, historis, psikologis, sosiokultural, dan geografis. Strategi pengembangan pendidikan Islam multikultural di lembaga pendidikan Islam dapat bersifat kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif 1 Program sosialisasi dan internalisasi melalui kegiatan ilmiah; 2 Program inovasi pendidikan multikultural; dan 3 Membangun budaya yang mengakomodir jiwa dan nilai multikultural di lingkungan lembaga pendidikan Islam. Kualitatif adalah 1 Program asesmen intensif untuk penguatan membangun budaya epistemologi pendidikan Islam multikultural berbasis Alquran dan Sunnah; EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 145 2 Program Revisi Kurikulum; 3 Program pendidikan dan pelatihan untuk pendidik; dan 4 Program kearifan lokal. REFERENSI Alam, M., & Daflizar, D. 2018. Pendidikan Islam Berwawasan Multikultural. BELAJEA Jurnal Pendidikan Islam, 32, 103. Amar, I. 2014. Studi Normatif Pendidikan Islam Multikultural. ISLAMICA Jurnal Studi Keislaman, 42, 320. Arif, M. 2017. Deradikalisasi Islam Melalui Pendidikan Multikultural Berbasis Kearifan Lokal Pada Masyarakat Cigugur. AKADEMIKA Jurnal Pemikiran Islam, 221, 51. Arifin, Z. 2018. Pendidikan Islam Multikultural Upaya Menumbuhkan Kesadaran Multikultural. Al-Insyiroh Jurnal Studi Keislaman, 21, 38–56. Chin, C. 2019. The concept of belonging Critical, normative and multicultural. Ethnicities, 195, 715–739. Darmawan, D. 2019. Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia. Journal of Chemical Information and Modeling, 539, 1689–1699. Halidjah, & Siti. 2011. Pemberian Motivasi Untuk Meningkatkan Kegiatan Membaca Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Cakrawala Kependidikan, 91, 1–9. Hefni Zain. 2013. Pengembangan Pendidikan Islam Multikultural Berbasis Manajemen Sumber Daya Manusia. Tadrîs, 81, 108–124. Husmiaty Hasyim. 2015. Transformasi Pendidikan Islam Konteks Pendidikan Pondok Pesantren . Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim, 131, 57–77. Ibrahim, B. 2019. Madrasah Transformation Into Modern Educational Institutions During The New Order. Istawa Jurnal Pendidikan Islam, 42, 196. EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 146 Ilham, D. 2020. Persoalan-Persoalan Pendidikan dalam Kajian Filsafat Pendidikan Islam. In DIDAKTIKA Vol. 9, Issue 2. Irawati, E., & Susetyo, W. 2017. Implementasi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional di Blitar. Jurnal Supremasi, 71, 32–43. Lundeto, A. 2018. Menakar Akar-Akar Multikulturalisme Pendidikan di Indonesia. Jurnal Ilmiah Iqra’, 112. Muhadis Azzuhri. 2012. Konsep Multikulturalisme dan Pluralisme dalam Pendidikan Agama. Forum Tarbihyah, 109, 13–29. Mukhlis, A. 2017. Sejarah Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Nusantara Surau, Meunasah, Pesantren dan Madrasah . AL Iman Jurnal Keislaman Dan Kemasyarakatan, 101, 124–144. Muzakir, A. 2017. Transformasi Pendidikan Islam di Jambi dari Madrasah ke Pesantren. Islam Realitas Journal of Islamic & Social Studies, 31, 8. Muzakkir. 2017. Harmonisasi Tri Pusat Pendidikan Dalam Pengembangan Pendidikan Islam. Al-Ta’dib, 101, 145–162. Nadlir, M. 2016. Urgensi Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal. Jurnal Pendidikan Agama Islam Journal of Islamic Education Studies, 22, 299. Prasetawati, E., & Asnawi, H. S. 2018. Wawasan Islam Nusantara; Pribumisasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal di Indonesia. FIKRI Jurnal Kajian Agama, Sosial Dan Budaya, 31, 219. Samsuri, & Marzuki. 2016. Character building for multicultural citizenship within the curricular programs in madrasah aliyah, Yogyakarta. Jurnal Cakrawala Pendidikan, 11, 24–32. EVALUASI, 5 1, Maret 2021, ISSN 2580-3387 print ISSN 2615-2886 online Homepage DOI 602 Article type Original Research Article 147 Subhan, F. 2016. KONSEP PENDIDIKAN ISLAM MASA KINI. Jurnal Pendidikan Agama Islam Journal of Islamic Education Studies, 12, 353. Sujarweni, V. W. 2015. Metodologi Penelitian. Jakarta Rineka Cipta. Sya’adah, A., Saputra, B. A., Jannah, M., & Mahfud, C. 2019. Sejarah reformasi pendidikan Islam di Indonesia. Ta’dibuna Jurnal Pendidikan Islam, 81, 38. Wahyuddin, W., & Hanafi. 2017. Konsep Pendidikan Multikultural Dalam Perspektif Islam. PROCEEDING IAIN Batusangkar, 11, 721–744. Wardana, A. K. 2019. Peluang Lulusan Ponpes Lanjutkan Kuliah hingga ke Universitas Al Azhar, Ada Beasiswa Santri Kemenag. ... Selanjutnya, Afista, dkk, menunjukkan bahwa 1 landasan pembangunan pendidikan multikultural terdiri atas landasan agama, historis, psikologis, sosiokultural dan geografis; 2 strategi pengembangan pendidikan multikultural pada lembaga pendidikan Islam dapat ditempuh melalui dua pendekatan, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Sedangkan strategi pengembangan kualitatif adalah program studi intensif Al-Quran dan Sunnah Rosul, program revisi kurikulum, program diklat tenaga pendidik, dan program kearifan lokal Afista Y, Sumbulah U, 2021. ...MardiaMuhammad Mukhtar. SRohman RohmanMulticultural-based education is seen as important in responding to existing differences. The diversity of schools of law in fiqh and issues of khilafiyah often become internal debates among Muslims and often lead to divisions. This type of research is qualitative research, the data source is through documentation and resource persons, data collection techniques are through observation, documentation, and interviews. Data analysis techniques through data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The results show that 1 the dimensions of multicultural values in fiqh learning consist of curriculum dimensions, dimensions in teaching materials consist of values of tolerance, equality of rights, values of brotherhood, justice, and social ethics, 2 implementation of multicultural values in comparison of schools in fiqh learning, namely promoting the values of tolerance and not being fanatical, being inclusive, not discriminatory, teaching the background of the emergence of differences, ethics in responding to differences, and promoting the values of peace and unity, 3 the implications of multicultural values in fiqh learning, namely 1 implications in the domain of attitude affection which consists of awareness and cultural sensitivity, responsiveness to culture, and skills to avoid conflict, 2 domain of knowledge cognitive which consists of knowledge of the language and culture of people others, and the ability to analyze and translate cultural behavior and knowledge about cultural awareness. 3 the learning domain which consists of the ability to correct distortions, stereotypes, and misunderstandings about ethnic groups.... Culture is the result of human creation that gives birth to the living order of a group or a nation. This change makes all the problems related to socio-cultural ethics make it even more complex until finally we are required to deal with them prudently Afista et al., 2021. The development of the times led to modernization but did not forget its culture as we feel today there are positive results as well as negative because of its development that occurs in the world. ...Firman MansirReligious and socio-cultural education is inseparable in peoples lives. Educational cultural proximity to religion and socio-cultural development become two interrelated and mutually needy sides in solving social problems of society. This research shows that there is a relationship between religious and cultural education that is interrelated, giving birth to changes and responding to the rapid development of the times, thus ushering in a reality of religious life that is full of educational values without losing the local culture. The success of a nation can be seen and measured by the younger generation of its nation in the present and the future. Regarding religious education with culture, it is hoped that there will be the best results from a new generation and have potential with good quality, who can develop the knowledge they have and apply it well in the fabric of education, society, and culture. Thus, religious and socio-cultural education provides answers to various problems in the social development of budaya to religion in the context of educational institutions, be it in schools or madrasas. Pendidikan Agama Islam dan sosial budaya tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat. Pendekatan kultural edukatif terhadap agama dan perkembangan sosial budaya menjadi dua sisi yang saling terkait dan saling membutuhkan dalam memecahkan persoalan sosial masyarakat. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pendidikan Agama Islam dan budaya yang saling berkaitan, dengan melahirkan perubahan serta merespon berkembangnya zaman yang semakin pesat, sehingga mengantarkan pada sebuah kenyataan kehidupan beragama yang sarat dengan nilai-nilai pendidikan tanpa menghilangkan budaya setempat. Berhasilnya suatu bangsa dapat dilihat serta diukur dari generasi muda bangsanya pada masa kini serta pada masa yang akan datang. Dalam hubungannya Pendidikan Agama Islam dengan budaya, sangat diharapkan adanya hasil terbaik dari generasi yang baru dan memiliki potensi dengan kualitas yang baik, yang mampu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki dan mengaplikasikannya dengan baik dalam jalinan pendidikan, sosial dan budaya. Dengan demikian, Pendidikan Agama Islam dan sosial budaya memberi jawaban dari berbagai permasalahan dalam perkembangan sosial budaya terhadap agama dalam konteks lembaga pendidikan, baik itu di sekolah maupun madrasah. Dodi IlhamTulisan ini bertujuan untuk melihat berbagai persoalan-persoalan yang terjadi dalam membahas fisafat pendidikan Islam. Dalam tulisan ini akan membedah persoalan pendidikan pada aspek ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Persoalan ontologi pendidikan dalam kajian filsafat pendidikan Islam terbagi atas tiga persoalan pendidikan ber-Islam yakni mengupayakan pembimbingan, pendidikan dan pembinaan dalam mengenalkan Islam secara keseluruhan kepada peserta didik; pendidikan ber-Iman yakni mengupayakan totalitas ajaran Islam untuk ditanamkan kepada anak melalui keimanan kepada Allah swt dengan dasar-dasar iman, rukun Islam dan dasar-dasar syari’ah; dan pendidikan ber-Ihsan yakni menanamkan keyakinan suasana hati dan perilaku peserta didik untuk senantiasa merasa dekat dengan Tuhan sehingga tindakannya sesuai dengan aturan Allah swt. Persoalan epistemologi pendidikan dalam kajian filsafat pendidikan Islam adalah proses pendidikan dalam tataran sistem pendidikan Islam, yang ruang lingkupnya adalah tujuan pendidikan Islam, kurikulum pendidikan Islam, materi pendidikan Islam, metode pendidikan Islam, pendidik, peserta didik, sarana pendidikan Islam, alat pendidikan Islam, dan pendekatan pendidikan Islam. Persoalan aksiologi pendidikan dalam kajian filsafat pendidikan Islam menyangkut nilai-nilai tentang pendidikan Islam itu sendiri dengan maksud menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia, menjaga dan membina di dalam kepribadiannya baik yang bersifat spiritual maupun yang berwujud yang terbagi atas dua nilai utama yaitu nilai Ilahiyah dan nilai Insaniyah. Clayton ChinContemporary diversity politics is mobilized around debates on the effects of diversity on political community and cohesion. However, social and political theory are deeply divided on the relation between that diversity, liberal–democratic citizenship, multiculturalism and social cohesion. This article argues that a focus on the concept of belonging, which is often employed but rarely examined in detail, illustrates the critical–normative divide between social and political theory. Further, it argues that each has a partial account of belonging that fails to account for the multidimensional and complex nature of diverse belonging today. Instead, it sketches a theory of multicultural-belonging’, which unites the critical and normative approaches and offers key insights going forward in the analysis of diversity, citizenship and AlamDaflizar DaflizarWhich is prone to cause conflict, thus State Islamic Institute of Kerincias one of the stateuniversities feels obliged to include multicultural courses into its purpose of this study was to know the implementation of "Islamic Education with Multicultural Insights" at the State Islamic Institute ofKerinci. This research was a field research study, with the qualitative type. The main instruments were observation, in-depth interviews, and documentation. The findings of the study are That the State Islamic Institute ofKerincihas implemented Islamic education with multicultural insights through the lecture process, beginning with designing a syllabus that contains the strengthening of the theory, that God has created cultural diversity which is sunnatullah, rahmat, assets, strength, unifying tool that must be appreciated and thankful for, and that cultural diversity, peace and harmony have received a positive response from the students that they canapply in their daily life and even they are be able to be a massive pioneer in creating peace and harmony in society Muhamad ArifAbstrak Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan konteks deradikalisasi Islam melalui pendidikan multikultural berbasis kearifan lokal. Untuk maksud tersebut, dilakukan penelitian mendalam pada masyarakat Cigugur. Penelitian menghasilkan temuan bahwa sikap toleran, saling menghargai, saling menghormati, dan bahkan saling bekerja sama yang tercipta dalam kehidupan masyarakat Cigugur yang multi agama dan multikultural didukung oleh aktualisasi pendidikan multikultural berbasis kearifan lokal yang mencakup tiga dimensi, yakni dimensi waktu, dimensi tempat, dan dimensi isi. Menurut dimensi waktu, pendidikan diselenggarakan dalam tiga fase, yakni sateuacan nitis sebelum nitis, sateuacan boboran sebelum lahir, dan saatosna boboran setelah lahir. Menurut dimensi tempat, masyarakat Cigugur menyelenggarakan pendidikan di lingkungan keluarga pendidikan informal, lingkungan sekolah pendidikan formal, dan lingkunganAli MuzakirTraditional Islamic education model does not only teach Islam but also provides practical knowledge for modern life. The desire is a great opportunity, because Islamic education in Indonesia has diverse backgrounds, systems, and nomenclature, such as madrassas, boarding schools, rangkang, meunasah, and surau. The model of madrasah education and pesantren seems to be the most viable pedestal. Particularly the pesantren system, rooted in Javanese tradition, is the most widely influenced model of Islamic education in Indonesia. This paper discusses the struggle of madrasah and pesantren in Jambi, with a social-historical approach. The focus of research on some of the most established madrassas in Jambi, which became the forerunner of other madrasah development in Jambi Province. The initial characteristics of Islamic education institutions in Jambi are madrasah. In practice, Madrasahs in Jambi have developed a model of traditional Islamic education, characterized by the study of yellow books, the figures of the master teachers kyai, students, and boarding schools. The characteristics are similar to the pesantren in Java; minus mosque. In the development, there is a sense of imbalance in responding to changes in the national education system, especially those projected by the Ministry of Religious Affairs. Model pendidikan Islam tradisional tidak hanya mengajarkan Islam tetapi juga membekali ilmu praktis untuk kehidupan modern. Keinginan tersebut menjadi peluang besar, karena pendidikan Islam di Indonesia memiliki latar belakang sejarah, sistem, dan nomenklatur yang beragam, seperti madrasah, pondok pesantren, rangkang, meunasah, dan surau. Model pendidikan madrasah dan pesantren tampaknya menjadi tumpuan yang paling viable. Terutama sistem pesantren, yang berakar pada tradisi Jawa, adalah paling luas mempengaruhi model pendidikan Islam di Indonesia. Tulisan ini membahas pergulatan madrasah dan pesantren di Kota Jambi, dengan pendekatan sejarah-sosial. Fokus penelitian pada beberapa madrasah yang didirikan di Kota Jambi, yang menjadi cikal-bakal pengembangan madrasah lainnya di Provinsi Jambi. Karakteristik awal lembaga pendidikan Islam di Jambi adalah madrasah. Dalam praktiknya, madrasah-madrasah di Jambi mengembangkan model pendidikan Islam tradisional, yang bercirikan kajian kitab kuning, figur tuan guru kyai, murid, dan pondok. Karakteristik tersebut mirip dengan pesantren di Jawa, tetapi minus masjid. Dalam perkembangannya, terjadi kegamangan dalam merespon perubahan-perubahan dalam sistem pendidikan nasional, khususnya yang diproyeksikan oleh Kementerian Nadlirp>Tulisan ini mengurai pentingnya pembelajaran berbasis kearifan lokal di dalam dunia pendidikan. Pembelajaran di lembaga pendidikan terdiri atas berbagai materi ajar subject matter , dimana setiap materi tersebut sudah ditentukan target-target pembelajarannya. Tanpa mengganggu sama sekali setiap materi ajar tersebut, bahkan memperkuatnya, muatan kearifan lokal perlu dimasukkan. Apapun yang diterima peserta didik merupakan sebuah materi ajar, baik berupa teori, praktik, contoh-contoh soal maupun sikap pendidik itu sendiri. Menggambarkan secara jelas kekhasan materi ajar, ruang kelas, lingkungan pendidikan maupun buku-buku/ media pendidikan menjadi sebuah kebutuhan lembaga pendidikan agar dapat diterima efektif oleh peserta didik. Pengintegrasian akan efektif jika muatan kearifan lokal dapat masuk menjadi materi ajar pokok yang tidak sekedar asal dapat ditempelkan. Dalam Pendidikan Agama, misalnya, perlu dapat menjelaskan hukumnya berwirausaha, berbisnis, belajar, bercocok tanam, memanfaatkan lahan kosong di bawah tegakan tanaman, mengolah makanan secara alami tanpa pewarna maupun pengawet buatan, mensyukuri kekayaan hayati, dan lain-lain. Di dalam PKn perlu untuk menjelaskan posisi negara yang penuh hutang, perlunya membangun kemandirian ekonomi, perlunya mencintai hasil produksi dalam negeri maupun praduk lokal dan lain-lain. Materi ajar Bahasa Indonesia dapat mengarahkan kesadaran anak tentang kearifan lokal melalui pelajaran mengarang, membuat puisi ataupun membuat peribahasa dengan tema-tema lokal. Demikian pula pada IPA, IPS, Seni Budaya dan Ketrampilan, Pendidikan kesehatan, berbagai materi ajar dasar maupun pengembangan diri. This study describes the learning of fikih in schools in various models, methods or strategies, and approaches that have a significant role in achieving the goals of learning efforts and responding to various problems in society. Therefore, the method becomes a way and a tool guide in order to achieve learning with a goal that can produce various materials and concepts of fikih that can be arranged in the Islamic religious education curriculum. With the existence of inappropriate fikih learning models, approaches and strategies will be an obstacle to the smooth running of learning at this stage of the process. Thus, an educator needs to have skills in choosing the right model, strategy and approach according to the characteristics of subjects and students. These models, strategies, and approaches will only get optimal results if they can be used to achieve the stated goals. To achieve various learning objectives, one thing that needs to be considered and applied is to consistently use models, strategies and learning approaches that are in accordance with the conditions in schools and madrasa. This research is in the form of literature study, namely research with the source of material from the library. So that, what is, done in making this research is exploration of some data. Abstrak Penelitian ini menjelaskan tentang pembelajaran fikih di sekolah dalam berbagai model, metode atau strategi, dan pendekatan yang memiliki andil signifikan dalam tujuan tercapai upaya pembelajaran serta merespons berbagai persoalan di masyarakat. Karena itu metode menjadi jalan dan petunjuk alat agar mencapai pembelajaran dengan tujuan yang dapat menghasilkan berbagai bahan dan konsep fikih yang dapat diatur pada kurikulum Pendidikan agama Islam. Dengan adanya model, pendekatan dan strategi pembelajaran fikih yang tidak sesuai akan menjadi penghambat kelancaran pembelajaran pada tahap prosesnya. Dengan demikian, seorang pendidik perlu memiliki keterampilan dalam memilih model, strategi dan pendekatan yang tepat sesuai dengan karakteristik mata pelajaran dan peserta didik. Model, strategi, dan pendekatan ini hanya akan mendapatkan hasil yang optimal jika dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk meraih berbagai tujuan pembelajaran, maka salah satu yang perlu diperhatikan dan diterapkan adalah dengan konsisten memakai model, strategi dan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi di sekolah dan madrasah. Penelitian ini berupa studi kepustakaan, yaitu penelitian dengan sumber bahan dari perpustakaan. Sehingga yang dilakukan dalam pembuatan penelitian ini yaitu eksplorasi terhadap beberapa data.
pendekatan kultural edukatif terhadap agama dan perkembangan sosial budaya